Senin, 27 Mei 2013

#WaktuMasihSamaKamu

#WaktuMasihSamaKamu aku tertawa, jarang nangis. Merasa semuanya baik-baik saja dan mengira kamu gak bakal nyakitin aku.

#WaktuMasihSamaKamu kita sering menjalin percakapan hingga larut malam. Menertawakan hal yang sebenarnya tak lucu.

#WaktuMasihSamaKamu kupikir kamu yang terbaik. Kupikir kamu akan memberi kejelasan. Kupikir kamu bener-bener sayang.

#WaktuMasihSamaKamu aku membangun mimpi yang kukira bisa segera aku dan kamu wujudkan.

#WaktuMasihSamaKamu kukira rindu dan cintamu sedalam dan sebesar yang kupunya.

#WaktuMasihSamaKamu aku berpikir kamulah yang terbaik. Aku mengira kamulah yang suatu saat membahagiakanku.

#WaktuMasihSamaKamu aku merencanakan kebersamaan kita yang kukira akan tahan lama. Tanpa putus dan akhir.



Banyak hal yang aku rindukan dari kamu, dari kita, dari peristiwa-peristiwa sederhana yang masih teringat di otakku.

Jumat, 24 Mei 2013

Aku sangat mencintaimu dan sekarang pun masih begitu. Sadarkah kamu?


Kepalaku pusing dihajar kenangan.
Ada beban yang tak bisa aku ceritakan. aku merindukanmu.
Rasa rindu yang  terlalu rumit untuk kamu pahami, karena kamu memilih pergi dan mencoba tidak peduli lagi.
Mengapa semua yang kupikir akan berakhir bahagia malah berakhir secepat itu?
Bahwa di sini, hanya aku yang terluka. Bukan kamu. Bukan kita.
Aku berusaha tak memikirkan kamu dan kenangan-kenangan kita dulu.
Tapi bukan rasa sakit yang buat aku bisa bertahan selama ini, tapi ingatan, kenangan, dan masa lalu.
Kadang, perpisahan tak benar-benar mengakhiri segalanya, karena sosok yang harus ku lupakan, begitu abadi dalam ingatan.
Rasa sakit membuat air mata mengalir. Rasa rindu membuat pipi basah. Tapi tangisan tak mengembalikan segalanya.
Aku sangat mencintaimu dan sekarang pun masih begitu. Sadarkah kamu?

Senin, 13 Mei 2013

Jika dari Awal Aku Tak Mengenalmu


Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan.
Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar.
Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah jawaban yang  Kupilih,  
meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu.

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya.
Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan.
Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku,
kamu tak merasakan sesaknya jadi aku.

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan
mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang
terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala
perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang
selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase
itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia
karena membaca pesan singkatmu diselasela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak
jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan.

Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti.
Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku,
menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan
aku dilarang menuntut ini itu. Aku hanya temanmu. Hanya temanmu. Temanmu!

Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian.
Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan,
mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak
perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku
tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak
mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi.

Iya. Aku bodoh. Puas
Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan akhir yang kupilih.
Seandainya aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu, di sini aku
selalu bergetar ketika mendoakanmu.

Penulis : Dwitasari

 

Copyright @ 2013 Fandi Memories.